Sabtu, 10 Oktober 2015

KEBERSIHAN MENURUT SUDUT PANDANG AGAMA ISLAM

                                                                                            
Kebersihan menurut sudut pandang AGAMA ISLAM

Kebersihan adalah bersifat global atau luas. Artinya
kebersihan itu meliputi semua aspek dalam Islam. Barangsiapa benar-benar dapat mengamalkan kebersihan yang global secara Islam ini , maka oleh Allah, mereka dijanjikan kemenangan baik di dunia terlebih lagi
di akhirat.
Kebersihan menurut Islam paling tidak ada 8 peringkat, yaitu :
1. Kebersihan I’tiqad atau Akidah.

  • Kebersihan dalam aspek ini adalah yang paling utama, yaitu kebersihan aqidah dari syirik atau kekufuran.
2.  Bersih dari sifat Mazmumah ( sifat jahat dalam hati )
  • Mazmumah ada 2 jenis yaitu mazmumah atau sifat tercela terhadap Allah dan mazmumah terhadap sesama manusia
3.  Bersih dari hawa Nafsu yang jahat. 

4.  Perkara yang lahiriah juga mesti terbebas atau bersih dari hal-hal yang makruh terlebih lagi yang haram.Iaitu kebersihan makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian, rumah, tempat mandi/tandas, dsb.

5.   Kebersihan pergaulan dari terlibat pergaulan yang makruh atapun haram, bergaul bebas tanpa ada batasan syariat dsb.

6.  Bersih di sudut ibadah,
  • misalnya bersih dari 3 jenis najis,bersih dari najis aini dan najis hukmi.
7. Kebersihan akal dan pikiran
8. Bersih dari adat.

hal-hal tersebut beberapa peringkat tentang kebersihan menurut ajaran ISLAM

Sumber : muntadaquran.net/v2/arsip/.../1288-kebersihan-dalam-islam.html
 

Sunnah Nabi Menjaga Kebersihan Diri

Sajadah Muslim ~ Kita mengetahui bahwa kebersihan merupakan salah satu unsur penting prilaku  beradab, dan Islam menganggap kebersihan bukan hanya sebagai ibadah, tapi juga adalah suatu sistem peradaban. Baik dalam al-Qur’an maupaun dalam hadits pernah menyinggungnya antara lain

Pertama, .Allah menyukai kebersihan, ”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang     yang mensucikan diri” (QS Al-Baqarah ayat 222). Oleh karena itulah kebersihan dianggap sebagai salah satu bukti keimanan, sementara sebuah hadits shahih berbunyi “Al-thuhur syathr al-iman (kebersihan itu adalah sebagain dari iman” (HR.Muslim, Ahmad dan Tirmidz). Kebersihan yang dimaksud adalah maknawi yaitu kebersihan dari syirik, munafik dan akhlak yang tidak baik, juga kebersihan bermakna indrawi yaitu kebersihan perorangan dan kebersihan umum.
sunnah-nabi-menjaga-kebersihan

Kedua, Kebersihan adalah cara menuju kesehatan dan kekuatan, Kesehatan jasmani adalah bekal individu dan kekayaan yang tak terhingga bagi setiap muslim, kebersihan  menjadi syarat keindahan dan penampilan yang baik  dan yang dicintai oleh Allah swt dan Rasul-Nya. Allah swt telah berfirman, ”Hai anak Adam Pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki Masjid.” (QS.Al-Araf ayat 31).
 
Karena itu Rasulullah melarang seseorang pergi ke masjid dengan memakai baju yang kumuh, sebab selain kebersihan dan penampilan yang lebih baik adalah salah satu penyebab eratnya hubungan seseorang dengan orang lain. Manusia secara fitra tidak menyukai barang yang kotor dan tidak suka melihat orang yang tidak bersih. Inilah sebabnya Rasulullah mendorong setiap  umat muslim untuk mandi sebelum ke masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at.

Rasulullah saw telah memberikan perhatian terhadap masalah kebersihan badan, beliau menganjurkan cara hidup bersih dengan mandi. Rasulullah juga memberi perhatian khusus terhadap kebersihan mulut dan gigi dengan bersiwak serta perintah untuk membersihkan  rambut serta bau badan.

Demikian juga perhatian Rasulullah saw terhadap kebersihan rumah, halaman dan teras rumah, ”Sesungguhnya Allah swt itu indah, Dia menyukai keindahan, Allah itu baik, Dia menyukai kebaikkan, Allah itu bersih, Dia menyukai kebersihan. Karena itu  bersihkanlah teras rumah kalian janganlah kalian seperti orang-orang Yahudi.”(HR. Tirmidz).

Begitu juga perhatian Rasulullah pada lingkungan sekitarnya, kebersihan jalan, misalnya, beliau memberikan ancaman kepada siapa saja yang membuang sesuatu yang membahayakan dan membuang kotoran di tempat tersebut. “Barang siapa yang mengganggu orang-orang Islam di jalan tempat mereka lewat, dia pasti mendapat laknat mereka.” (HR.Tabran).
 
Diantara perbuatan-perbuatan itu adalah kencing didalam air, khususnya dalam air keruh, di tempat untuk mandi, serta tempat air  yang mengalir.Ketiganya perbuatan bisa mendapat laknat dari Allah swt, malaikat, dan laknat orang-orang yang shaleh.

Begitu juga dengan mandi air keruh, Rasulullah melarang kita untuk melakukannya, sebab air keruh itu adalah sumber kotoran, yakni air yang tidak mengalir dan tidak berganti dengan yang baru. Sabda Rasulullah saw, ”Janganlah  salah seorang dari kalian mandi di air yang diam, sementara ia dalam keadaan baik.” (HR.Muslim).

Contoh lainnya adalah larangan memasukkan tangan ke dalam bejana air setelah bangun dari tidur. Hal ini dikhawatirkan  tangan tersebur  sebelumnya telah menyentuh dubur atau yang lainnya ketika tidur. ”Apabila salah seorang dari kalian yang bangkit  dari tidur, janganlah menenggelamkan tangannya ke dalam tempat air sehingga ia membasuhnya tiga kali. Karena ia tidak tahu kemana tangannya  semalam.” (HR.Muslim).

Sunnah juga mensyaratkan supaya kita bersikap hati-hati terhadap sesuatu yang dapat mendatangkan penyakit atau bahaya bagi jiwa dan badan kita, hal ini merupakan perintah Rasulullah saw. ”Tutuplah mangkuk tempat makanan (apabila di dalamnya terdapat makanan atau minuman) dan tutuplah bibir timba, tutuplah pintu, matikan lampu (pada waktu malam sebelum tidur), karena setan  tidak akan  dapat membuka timba dan tidak akan membuka mangkuk tempat makanan.” (HR Muslim, ibnu majah dan Ahmad).

Kita mengetahui bahwa dalam  masalah kebersihan, Islam memiliki aturan yang tidak ditandingi oleh agama manapun. Islam memandang kebersihan sebagai ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah swt, Bahkan  kebersihan itu bisa masuk kategori  salah satu kewajiban bagi setiap umat muslim. Hendaknya, firman Allah dan sabda-sabda Rasulullah di atas tidak dijadikan sebagai jargon semata, tapi harus benar-benar dilaksanakan dengan penuh rasa kesadaran.

Sumber : Rahasia Sunnah-Sunnah Nabi
Terima Kasih Sudah Membaca: Sunnah Nabi Menjaga Kebersihan Diri

BERSIH DAN SUCI Menurut Pandangan Islam Edisi ke-58

Pengertian Adakah persamaan dan perbedaan antara pengertian bersih dan suci ? Dalam bahasa indonesia, sepertinya kedua kata tersebut sama. Akan tetapi, terkadang terasa berbeda dalam penggunakannya. Misalnya saja, dalam susunan kalimat bahasa indonesia, “Orang itu hati hatinya sangat bersih.” Bersih di sini bisa diartikan suci atau ikhlas. Sedangkan dalam kalimat yang lain, “Batas suci” yang biasa ditulis di masjid atau mushalla di Indonesia. Suci di disi bisa diartikan bersih, baik bersih dari kotoran maupun bersih dari hal yang bersifat najis. Dalam kalimat lain, yang sering kita jumpai pada pejaran fiqih misalnya, “Air ini suci dan bisa mensucikan kotoran atau najis”. Kata suci dalam kalimat ini bisa diartikan bersih. Atau dengan kata lain, “Air ini bersih dan bisa membersikan kotoran atau najis”.
Alhasil, antara bersih dan suci adalah tidak ada perbedaan, yang ada adalah kesamaan. Pendapat di atas didukung oleh penulis kamus Ilyas Al-Ashri, Arab – Inggris, Ilyas Anton. Beliau mengartikan kata Thaahirun dengan to be pure dan to be clean. Dalam bahasa Indonesia to be pure berarti suci dan to be clean berarti bersih. Dalam kata yang lain, Ilyas Anton mengartikan Thahhara dengan nadhdhafa to clean (membersihkan). Pendapat di atas diperkuat lagi oleh Ahmad Warson Munawwir dalam kitab Kamusnya, Al-Munawwir, kata tahuro yang berarti bersih atau suci. Penulis kamus Enggris – Indonesia, John M Echols dan Hassan Shadily mengartikan pure dan clean dengan kata bersih. Maka dengan demikian, semakin kuatlah bahwa bersih dan suci merupakan sinonim atau padanan kataha. Sinonim kedua di atas diperkuat lagi oleh pernyataan Al-Qur’an yang mengartikan thahharo-yuthahhiru yang berarti membersihkan atau mensucikan.
“Dan pakaianmu bersihkanlah”. (QS Al-Mudatstsir 4 ). Dan ayat lain.
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka akan memperoleh siksaan yang besar”. (QS Al-Maidah 41). Dari kedua ayat tersebut, bisa disimpulkan bahwa , Pertama, bersih dan suci memiliki pengertian yang sama. Kedua, kata bersih dan suci menggunakan kata yang sama dalam bahasa Arab, yakni Thahara-yathuru-thuhuran yang artinya suci/bersih-kesucian/kebersihan.

Keutamaan Orang-orang yang Bersih dan Suci.
Allah adalah Dzat yang Maha Suci. Suci dari segala sifat yang tercela. Suci dari sifat kekurangan. Suci dari semua tuduhan dan cercaan orang kafir. Dan Dia suci dari segala macam dan bentuk yang ada dalam fikiran manusia. Oleh karena itu, Allah juga mencintai orang-orang yang mau membersihkan dab mensucikan dirinya, baik dari kotoran yang bersifat material maupun immaterial. Orang-orang yang mau membersihkan dan mensucikan dirinya, memiliki keutamaan di sisi Allah. Hal ini dijelaskan oleh Al-Qur’an yang mengatakan “Sesungguhnya Allah menyukai (mencintai) orang-orang yang bertaubat dan menyukai (mencintai) orang-orang yang mensucikan (membersihkan) diri.( Al-Baqarah 222). Dan dalam ayat lain Allah juga mengatakan : “Di dalamnya ada orang-orang yang ingin mensucikan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (At-Taubah : 108). Orang-orang yang bersih dan suci, di samping dicintai oleh Allah swt juga akan mendapatkan fasilitas surga dari-Nya. Bahkan orang-orang yang disucikan tersebut diperkenan masuk surga melalui depalan pintu yang dia sukai. Hal ini didasarkan oleh hadits Nabi yang mengatakan :
“Barang siapa yang berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian ia berdo’a, Aku bersaksi tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah yang Maha Esa yang tidak ada sekuti bagi-Nya. Dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Lalu ia berujar, Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang disucikan (dibersihkan). Maka terbukalah seluruh pintu-pintu surga yang berjumlah delapan (bagi orang yang disucikan/dibersihkan) dari mana yang ia suka”. (HR Muslim dan Turmudzi dari Abu Hurairah).

Kiat Membersihkan Lahir dan Bathin.
Ada berapa langkah yang harus dilakukan seorang muslim yang ingin selalu menjaga kebersihan lahir dan kebersihan bathin. Masing-masing memiliki cara yang berbeda antara satu dengan lainnya. 1. Kebersihan bathin. Kebersihan bathin juga bisa disebut dengan kebersihan hati. Hati seseorang yang bersih akan memancarkan aura dan tindakan positip seperti, rendah hati, lapang dada, tidak mudah tersinggung, tidak suka dipuji secara berlebihan, suka memberi (derma), selalu berkata jujur, suka menolong orang lain, tidak egois dan masih banyak lagi sifat positip lainnya. Sebaliknya, hati yang kotor akan memancarkan aura dan tindakan negatif seperti, takabbur atau sombong, hasad atau dengki dan suka iri, riya, suka dipuji, mudah tersinggung, bahil atau pelit atau kikir, suka berbohong, cuek atau masa bodoh atau tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya, egois dan masih banyak lagi tindakan negatif lainnya. Perlu dikethui bahwa munculnya prilaku positip dan negatif sesorang bersumber dari hati yang mereka miliki. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw yang mengatakan :
“….Ketahuilah bahwa di tubuh manusia terdapat segumpal darah. Apabila ia baik, maka baiklah seluruh (prilaku) isi tubuh. Dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh (prilaku) isi tubuh. Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan segumpal darah tersebut adalah hati”. (HR Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir). . Agar kita tetap bisa menjaga kebersihan hati, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Di antaranya :
a. Mendawamkan Dzikir.
Allah swt memberikan garansi kepada orang-orang yang sibuk berdzikir mengingat Allah bahwa hati mereka akan menjadi tenang. Orang-orang yang berdzikir senantiasa selalu berbuat baik dan menjauhi perbuatan maksiat. Perlu diketahui bahwa dzikir bukan saja mengucapkan tasbih, tahmid dan tahlil. Akan tetapi, dzikir adalah melakukan segala aktivitas yang mengandung nilai kebaikakn dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt. Menurut pada ulama dzikir dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, dzikir dengan lisan. Kedua, dzikir dengan hati. Ketiga, dzikir dengan seluruh anggota badan. Mendawamkan dzikir artinya melakukan tiga macam dzikir secara terus-menerus tanpa berhenti meskipun hanya satu detik atauj satu menenit. Orang yang selalu mendawamkan dzikir mengingat Allah, tidak akan terlintas pada dirinya untuk melakukan perbuatan maksiat. Kalaupun dia melakukannya, baik disadari maupun tidak disadari, maka dengan secepatnya ia mengetahui bahwa ini adalah merupakan perangkap iblis yang terkutuk.
b. Membaca Al-Qur’an.
Hadits Nabi saw mengatakan bahwa dzikir yang paling utama adalah mengucapkan, “Lailahaillallah”, tidak ada Tuhan yang wajib di sembah selain Allah. Namun demikian, para ulama juga menerangkan bahwa selain dzikir utama seperti di atas, terdapat dzikir utama lainnya, yakni membaca Al-Qur’an. Mengapa demikian ? Karena, Al-Qur’an memiliki banuyak fungsi. Di antarnya, memberi nasehat, sebagao penawar obat hati, sebagai petunjuk dan rahmat kepada para pembacanya. Jadi, orang-orang yang selalu membaca Al-Qur’an senantiasa mendapatkan apa yang telah dijanjikan Allah. Semakin banyak ia membaca berarti semakin banyak mendapatkan sesuatu dari Allah. Dan orang yang selalu mendapatkan sesuatu dari-Nya, maka pada dia akan melakakukan tindakan yang melanggar hukum Allah, dengan segera ia akan mengurungkan niatnya. Oleh sebab itu, bacalah Al-Qur’an karena ia akan senantiasa mendapatkan nasehat, obat penawar hati, petunjuk dan kasih sayang-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam kitab-nya :  “Wahai manusia ! seungguh telah datang kepadamu nasehat dan pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhan-mu, penyembuh penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman”.(QS Yunus 57). peringatan Allah. Berkaitan dengan kebersihan dan kesucian hati, Nabi Muhammad saw mengingatkan kepada para sahabat dan umatnya dengan sabdanya :  “Sesungguhnya hati ini berkarat sebagaimana berkaratnya besi ketika terkena air hujan”. Lalu shabat bertanya, Bagai manacara menghilangkan karat tersebut ya Rasulullah ? Rasul menjawab. “Memperbanyak mengingat kematian dan memperbanyak membaca Al-Qur’an”. (HR Imam Baihaqi dari Abdullah bin Umar). Insya Allah, dengan membaca Al-Qur’an secara terus menerus, yang desertai dengan pemahaman yang baik dan berkenan untuk mengamalkannya, hati ini selalu dibimbing oleh Allah dan mendapatkan rahmat-Nya.
c. Memiliki Ilmu yang Cukup dan Mengamalkannya.
Menurut riwayat, Barshisha adalah salah seorang abid atau ahli ibadah. Ia menggunakan seluruh waktunya, siang dan malam dengan menyibukkan diri beribadah kepada Allah. Namun, seorang ahli ibadah ini di akhir hayatnya masuk ke dalam perangkap yang telah dipasang oleh iblis. Sehingga ia mati dalam keadaan suul khatimah, menjadi pengikut iblis yang terlaknat. Menurut catatan, bahwa diantara sebab-sebab orang ahli ibadah ini terjebak oleh perangkap iblis; karena minimnya ilmu agama. Dengan kata lain, Barshisha seorang abid yang taat dan senang beribadah kepada Allah, akan tetapi ia tidak didukung oleh ilmu agama yang memadai. Oleh sebab itu, carilah ilmu agama agar ibadah diterima di sisi Allah dan tidak mudah dijebak oleh iblis. Berkaitan dengan masalah ketaan dalam beribadah (iman) dan ilmu Allah memberikan peringatan sebagai berikut :  “…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu di antara kamu dengan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan”. (Al-Mujaadilah 58 :11). Dalam masalah beragama, seseorang tidak cukup hanya dengan mengimani dan membekali diri dengan ilmu. Akan tetapi, ia harus bersedia untuk mempraktekkan dan mengamalkan ajaran-ajaran agamanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an : “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh. (QS Al-‘Ashr 103 : 1 -3). 2. Kebersihan Lahir. Kebersihan bahtin atau kesucian hati harus bisa melahirkan kebersihan lahir. Sebab, hati yang bersih sebagaimana telah disebutkan di atas dapat mengeluarkan aura dan prilaku positip. Bagi seorang muslim, untuk melahirkan kebersihan lahir bisa belajar dari praktek ibadah seperti; wudhu dan berbagaiman macam mandi dengan memahami hikmah dan falsafah yang terkadung di dalamnya.
a. Wudhu.
Setiap muslim yang taat dalam menjalankan ibadah shalat, hampir bisa dipastikan bahwa ia telah melakukan wudhu minimal 5 kali dalam sehari. Dan tentu, mungkin tidak sedikit di antara umat ini yang mendawamkan wudhu. Hal ini, karena mereka telah mengetahui keutamaan dan hikmah yang terkandung dalam wudhu. Sebenarnya, wudhu bukan hanya sekedar memenuhi persyaratan sahnya shalat. Akan tetapi, wudhu memiliki hikmah dan arti filosofi yang sangat mengagumkan. Misalnya, berkumur. Itu artinya seorang muslim tidak bolah memasukan makanan dan minuman ke dalam mulutnya kecuali makanan dan minuman yang halal. Memasukkan air ke hidung itu arti bahwa setiap muslim tidak boleh mencium kecuali yang dihalalkan. Membasuh muka itu artinya bahwa setiap muslim harus menampilkan yang selalu manis dan berseri-seri setiap kali bertatap muka dengan siapapun. Membasuh kedua tangan itu artinya bahwa setiap muslim tidak boleh menggunakan tangan kecuali yang dihalalkan oleh syariat. Menguasap sebagian kepala itu artinya bahwa setiap muslim harus menggunakan akal fikiran secara baik dan benar. Membasuh kedua kaki itu artinya bahwa setiap muslim tidak boleh melangkah kecuali tempat-tempat yang mengandung nilai ibadah. Dan membersihkan kedua telinga itu artinya bahwa setiap muslim tidak boleh mendengarkan ucupan dan kalimat kecuali ucapak dan kalimat yang baik.
b. Mandi.
Setiap muslim yang akan melakasanak shalat jum’at disunahkan untuk mandi dan ini dilakukan setiap seminggu sekali. Di samping mandi shalat jum’at. juga terdapat mandi-mandi yang lain seperti, mandi janabah, mandi haid, nifas dan wiladah. Tentu, ini semua mengandung hikmah dan makna filosofis yang sangat baik dan mengagumkan. Namun, sering kali kita tidak mengetahui dan menyadarinya. Mudah-mudahan setiap umat Islam bisa memahami hikmah yang terkandung dan makna filosofinya serta bisa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Atau paling tidak, umat ini harus memiliki kepedulian terhadap kebersihan, baik yang bersifa lahiriyah maupun bersifat bathiniyah.
c. Penegakan Hukum.
Pepatah mengatakan, manusia itu tempat kesalahan dan kelengahan. Oleh karena itu, mereka harus selalu diingatkan. Caranya sangat variatif. Dan salah satunya adalah penegakan hukum. Misalnya, seorang muslim yang membuang sempah bukan pada tempatnya harus diberi sangsi sosoial yang tegas seperti, kerja sosial (membersihkan taman atau jalan) selama sebulan penuh dan bisa dikenakan denda. Hal seperti ini telah dipraktekkan di beberapa negara seperti, singapura. Catatan khusus untuk di Indonesia, ada pelanggaran dan ada sangsi, akan tetapi pada tahap pelaksanaannya tidak tegas dan nihil. Semoga segenap umat semakin menyadari bahwa kebersihan adalah menjadi suatu kebutuhan hidup setiap manusia. Oleh sebab itu, setiap muslim harus peduli menjaga dan merawat kebersihan. Karena, ini merupakan tugas dan kewajiban agama. E. Kesimpulan. Dari tulisan makalah di atas, dapat di simpulkan sebagai berikut :
1. Ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad saw mengajarkan umatnya agar menjaga kebersihan lahir dan kebersihan bathin. Oleh karena itu, setiap muslim dan mukmin bertanggjawab terhadap kebersihan yang ada pada dirinya dan alam sekitarnya.
2. Yang dimaksud dengan kebersihan lahir adalah kebersihan yang nampak dan bisa dilihat oleh pandangan mata. Sedangkan kebersihan bathin adalah kebersihan yang tidak dapat dilihat oleh pandangan mata biasa. Kebersihan bathin biasanya disebut dengan kebersihan hati.
3. Kebersihan lahir meliputi seluruh anggota badan manusia dan lingkungan sekitar kita seperti, rumah dan sekitarnya, pasar, jalan, taman, tempat ibadah, lembaga pendidikan dan sekitarnya seperti, kelas, kantor, kamar mandi, WC dan halaman sekolah dan masih banyak lagi lainnya.
4. Sedangkan kebersihan bathin adalah kebersihan hati dari sifat-sifat yang tercela seperti, kibr (sombong), hasad (dengki/iri), riya, marah yang berlebihan, suka bedusta, suka berhianat, bahil atau pelit, suka berbuat kedzaliman, dan lainnya.
5. Untuk menjaga kebersihan dan kesucian hati, seorang muslim harus selalu berdzikir dengan tiga macam dzikiran secara terus-menerus, membaca Al-Qur’an dengan memahami arti dan mengamalkannya dan memiliki ilmu agama serta mengamalkannya.
6. Sedangkan untuk menjaga kebersihan lahir, seorang muslim harus melakukan upaya secara maksimal seperti, niat atau kemauan yang keras, mengambil pelajaran dari wudhu dan berbagai macam mandi, dan penerapan hukum bagi yang melanggarnya secara adil dan tegas. Insya Allah, dengan melalui tahapan ini kebersihan lahir akan terwujud. Seorang muslim tidak lagi membuang sampah bukan pada tempatnya dan ia merasa malu apabila melanggarnya. Di samping itu, sesama muslim harus mau saling mengingatkan satu sama lainnya, khususnya berkaitan dengan masalah kebersihan lingkungan. Demikilah, kami menulis makalah singkat ini. semoga bermanfaat, baik untuk diri saya sendiri dan para pembaca yang budiman. Mudah-mudahan lingungan alam sekitar kita bisa menjadi lebih bersih, lebih ramah dan lebih indah.
Amin. Wallahu’alam bishshawab.
Muhammad Hisyam Asyqin.

Apakah Benar Kebersihan itu Sebagian dari Iman?

Mungkin pertanyaan di atas, pernah juga melintas dalam pikiran kita, seperti yang pernah terlintas dalam pikiran seorang santri, pada saat ustadznya membacakan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani yang berbunyi:    
عن ابن مسعود قال النبي صلى الله عليه وسلم  (( النَّظَافَةُ مِنَ الْإِيْمَانِ )) رواه الطبراني في الأوسط
Artinya : ”Kebersihan itu sebagian dari iman”.
Wajar saja jika di dalam benak santri tersebut, tersirat pertanyaan seperti itu, karena dalam kehidupan sehari-hari dia melihat dan menyaksikan, kalau hanya untuk sekedar menjaga kebersihan ataupun bersih-bersih, seperti mandi, menggosok gigi, menyapu, mencuci, dan yang lainnya, orang yang tidak beriman kepada Alloh swt pun (non muslim), suka melakukannya, sedangkan di dalam hadits tersebut, jelas disebutkan bahwa kebersihan itu sebagian dari iman, sedang mereka (non muslim) bukanlah termasuk orang yang beriman dan bila demikian, lalu apa makna sebenarnya yang dimaksud dengan kata kebersihan di dalam hadits tersebut ?
Dalam menjawab pertanyaan membingungkan seperti ini, mari kita simak dengan seksama dan penuh ketelitian, salah satu penjelasan dari seorang ulama salafus sholih, yang berkata bahwa, yang dimaksud dengan kata  النَّظَافَةُ  (kebersihan), yang ada di dalam hadits tersebut, adalah kebersihan menurut syar’i (istilah agama), bukan kebersihan menurut urfi .
Menurut syar’i, kata النَّظَافَةُ (kebersihan) itu memiliki dua arti, yang pertama adalah an-nadzopatul bathin atau ma’nawi dan yang kedua adalah an-nadzopatul dzohir atau hisi. Arti (definisi) dari an-nadzopatul bathin adalah seperti yang diuraikan oleh Syekh Abdul Aziz dalam syarah kitab “Bulughul Marom” karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani :
طَهَارَةُ الْقَلْبِ مِنَ الشِّرْكِ عَلَي اللهِ تَعَالَي وَ فِي عِبَادَتِهِ وَمِنْ صِفَاتِ الْمَذْمُوْمَاتِ
Artinya : membersihkan hati dari segala bentuk kemusyrikan terhadap Alloh swt, juga membersihkan hati di dalam beribadah kepadaNya, dan juga membersihkan diri dari berbagai sifat yang tercela.
Maksud dari membersihkan hati dari segala bentuk kemusyrikan terhadap Alloh swt dalam pengertian di atas, adalah membersihkan diri dari segala bentuk aqidah yang fasid (keyakinan yang rusak dan tercela) terhadap Alloh swt, yang menjurus akan adanya kemusyrikan ataupun kekufuran, seperti ragu-ragu akan adanya Alloh ta’ala, ataupun meragukan salah satu sifat yang wajib atas diri-Nya, seperti meragukan akan adanya sifat Qidam, Baqo, Mukholafatu lilhawaditsi dan yang lainnya, pada haknya Alloh ta’ala, ataupun meragukan sebagian janji-janjinya, seperti meragukan adanya hari kiamat, padang mahsyar, surga, neraka, dan yang lainnya, dan juga masih termasuk dari sebagian bentuk aqidah yang fasid yang wajib dibuang, serta dibersihkan dengan pertaubatan, kalau meng-i’tiqadkan bahwa Alloh swt itu bisa dilihat sewaktu di dunia, atau meng-i’tiqadkan bahwa Alloh swt itu, tinggal dan bersemayam mendiami arasy, ataupun meng-i’tiqadkan bahwa Alloh swt itu suka turun (datang) ke dunia dalam perempat malam, dan itiqad-itiqad fasid yang lainnya yang tak mungkin bisa kita tuliskan, satu persatunya dalam kesempatan kali ini, insya alloh dalam kesempatan lain, kita akan bahas permasalahan-permasalahan diatas secara sesama dengan waktu yang lebih memungkinkan.
Makna kedua yang dimaksud dengan membersihkan hati dari segala bentuk kemusyrikan terhadap Alloh swt, dalam pengertian an-nadzopatul bathin di atas adalah membersihkan hati dari segala bentuk i’tiqad atau keyakinan yang dapat menjerumuskan dalam jurang kemusyrikan (mempersekutukan ke-esaan Alloh swt), seperti berkeyakinan bahwa ada kekuatan (suatu perkara yang bisa mendatangkan kemanfaatan ataupun ke madharatan) selain kekuatan Alloh ta’ala, yang contohnya, kerap kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya orang yang pergi ke dukun untuk mencari kesuksesaan dalam pekerjaannya ataupun usahanya, lalu menyakini kalau apa saja yang diberikan oleh dukun tersebut kepadanya, baik berupa barang, jampi-jampi ataupun berupa pantangan, itu bisa mendatangkan kemujuran dan memberikan kesuksesaan di dalam pekerjaannya, dan kemusyikan di atas adalah termasuk kegolongan musyrik jali (jelas).
Adapun contoh dalam kemusyikan khofi (samara) itu seperti orang yang pergi ke dokter atau ke thabib dalam mencari kesembuhan, yang lalu dia percaya dengan sepenuh hati, bahkan meyakinkannya, bahwa sesungguhnya obat tersebutlah, yang telah membuatnya sembuh dan telah menghilangkan penyakit dari dirinya. Dia lupa kalau sebenarnya Alloh swt lah yang telah menyembuhkannya dari penyakit, dan obat tersebut hanyalah sekedar syariat ataupun jalan, yang diberikan oleh Alloh swt untuk kesembuhannya, dengan beri’tiqad seperti di atas, hakekatnya ia telah lupa bahwa sesungguhnya dia telah mempersekutukan Alloh swt, dengan obat-obatan yang hina, dan tak ada harganya sama sekali dibanding dengan ke-esaan Alloh ta’ala.
Contoh selanjutnya dari orang yang berkeyakinan bahwa ada kekuatan selain kekuatan Alloh ta’ala, adalah seperti orang yang mempunyai keyakinan, bahwa sesungguhnya yang mengenyangkan perut itu adalah makanan bukan Alloh swt, atau orang yang berkeyakinan bahwa sesungguhnya yang menggosongkan kayu bakar itu, adalah api bukan Alloh swt, mereka lupa bahwa sesungguhnya kalau makanan dan api itu, hanyal sekedar syariat, karena hakeketnya yang membuat rasa kenyang di dalam perut dan yang membuat gosong di kayu bakar itu, adalah Alloh swt. Yang sudah menjadi sunatulloh dan kehendak-Nyalah, ia (Alloh swt) menciptakan rasa kenyang, bersamaan dengan adanya makanan yang masuk ke dalam perut, yang sah-sah saja menurut akal kalau Alloh swt berkehendak, Alloh swt tidak menciptakan rasa kenyang, meskipun ada makanan yang masuk kedalam perut, sehingga rasa kenyang tidak di temui meskipun ada makanan di dalam perut, dan begitu pula sebaliknya, sah-sah saja menurut akal kalau Alloh swt berkehendak, membuat perut tidak merasa lapar meskipun tidak ada makanan sedikitpun di dalam perut, seperti yang terjadi pada para malaikat Alloh swt, yang hidup tanpa mempunyai rasa lapar ataupun kenyang.
Demikian pula dengan api. Api hanya sekedar syariat, pada hakeketnya yang menggosokan kayu bakar tersebut adalah Alloh swt, yang hanya dengan kehendak-Nyalah kayu tersebut bisa gosong. namun sudah menjadi sunatullah, Alloh swt menciptakan gosong di dalam kayu, bersamaan dengan adanya api yang mengenai kayu tersebut, yang sah-sah saja jika Alloh swt berkehendak, Alloh menciptakan api di dalam kayu tersebut, tetapi kayu tersebut tidaklah gosong, seperti yang terjadi pada Nabi Ibrohim as, pada saat dilempar ke dalam gumpalan api oleh Raja Nambrud, seperti yang diceritakan di dalam Al-Qur’an  “Kami berfirman Hai api dinginlah dan jadilah keselamatan atas Ibrahim (Q.s. Al-Ambiya : 69). Yang bahkan diriwayatkan dalam suatu hadist, kalau sesungguhnya Nabi Ibrohim as justru malah menggigil kedinginan, bukannya gosong atau terpanggang di dalam gumpalan api tersebut.
Juga masih termasuk dalam bentuk kemusrikan khofi (samar), adalah orang yang beri’tiqad bahwa Alloh swt, dalam menciptakan sesuatu atau menurunkan sesuatu, itu membutuhkan akan wasilah (pelantara; alat) ataupun bantuan, yang contonya seperti orang yang beri’tiqad (menyakinkan) kalau tidak ada manusia sejak awalnya (kedua orang tua), maka tentu Alloh swt tak akan mampu untuk menciptakan seorang anak manusia, karena dalam pikirnya Alloh swt. bisa menciptakan seorang anak manusia tersebut, apabila ia (Alloh swt) dibantu oleh wasilah (sudah adanya orang tua anak tesebut terlebih dahulu).
Demikian pula dengan orang yang beri’tiqad kalau dirinya tidak berkerja, maka Alloh swt tak akan mampu untuk memberikannya rejeki, karena dalam pikirnya turunnya rejeki itu membutuhkan akan usaha dari dirinya terlebih dahulu, dan Alloh swt, tidak akan mampuh untuk memberinya rejeki, kalau dia tidak berkerja terlebih dahulu, sehingga ia beri’tiqad bahwa sesungguhnya Alloh swt itu, memerlukan akan bantuan usahanya untuk dapat menurunkan rejeki kepada dirinya. Kejadian seperti ini, kerap terjadi di kalangan awam umat muslim, yang berkata ” kalau tidak kerja kamu mau makan apa ?  ” sehingga mereka lupa akan kewajiban dan keagungan Alloh swt, seraya menghalalkan segala cara dalam mencari makan dan rejekinya.
Orang-orang seperti di atas adalah, orang-orang yang lupa akan kebesaran Alloh swt., juga akan sunatulloh-Nya, dan tertipu oleh hukum adat (hukum kebiasaan yang sering terjadi), sehingga tanpa di sadarinya, sesungguhnya dengan beri’tiqad seperti itu, mereka telah menyekutukan Alloh swt dengan mahluk-Nya bahkan juga dengan dirinya, karena sesungguhnya dalam menciptakan sesuatu seperti menciptakan anak manusia, ataupun menurunkan rejeki kepada mahluk-Nya, hakekatnya Alloh swt. sama sekali tidak memerlukan bantuan dari siapa pun, baik bantuan itu berupa wasilah (perantara), sebab, ataupun yang lainnya, melainkan hanya karena sudah menjadi sunatulloh (kebiasaan Alloh swt.) dan kehendak-Nya, Alloh swt menciptakan anak manusia terlahir dari ibu-bapaknya, dan memberikan rejeki yang berlimpah pada orang yang giat berkerja.
Dengan kata lain bisa saja, kalau Alloh swt berkehendak, Alloh swt menciptakan anak manusia tanpa ada orang tuanya, seperti yang terjadi pada Nabi Adam as, siti Hawa yang tak mempunyai Ibu, Nabi Isa as yang tak mempunyai Ayah atau sebaliknya (tak ada anak, meskipun ada orang tua), seperti yang terjadi pada sebagian saudara kita yang tak dianugrahi putra ataupun putri, juga bisa saja kalau Alloh swt berkehendak, Alloh tak memberikan rejeki yang berlimpah pada seorang hamba yang giat bekerja, seperti yang terjadi pada seorang pengusaha yang merugi ataupun pada seorang pedagang yang menjajakan dagangannya di tengah keramaian tapi tak ada orang yang mau meliriknya, terlebih untuk membeli dagangannya, dan juga sebaliknya (bisa saja Alloh swt memberikan rejeki yang berlimpah terhadap hambanya, meskipun dia tidak berusaha sama sekali, seperti yang terjadi pada banyak wali-wali Alloh swt, ataupun pada bayi yang baru dilahirkan, dan mahluk-mahluk hidup yang lainnya).
} penting {
 Maksud dari uraian di atas adalah, untuk menjelaskan akan adanya hukum hakekat (hukum sebenarnya), yang wajib untuk dii’tiqadkannya di dalam hati setiap mu’min, bukan untuk mengendorkan usaha Anda, ataupun meniadakan ikhtiar Anda, dan menjadikan Anda tak meminum obat dikala Anda sakit, sehingga anda hidup tanpa usaha dan berpangku tangan seraya berkata “yah sudah gimana tuhan saja”
Karena uraian di atas tersebut itu bertujuan, untuk menegaskan akan kewajiban yang harus dii’tiqadkan (diyakinkan di dalam hati) seorang mu’min, bukan untuk dikerjakan dalam syariat ikhtiar kita, karena dalam pekerjaan dzohir (syariat), kita diperintahkan oleh Alloh swt, untuk tetap berada dalam sunatulloh-Nya, dan juga diwajibkan untuk berikhtiar dan berusaha, uraian di atas tersebut, itu bertujuan supaya Anda terbebas dari belitan kemusrikan yang samar, dengan cara beri’tiqad yang benar, bahwa sesungguhnya tidak ada kekuatan selain kekuatan Alloh swt, semua ikhtiar kita hanyalah sebuah syariat, yang hakekat semua berada dalam genggaman-Nya.
Adapun maksud dari “membersihkan hati dalam beribadah kepada-Nya” dalam pengertian an-nadzopatul bathin di atas, adalah ketulusan hati hanya semata karena Alloh swt (ikhlas), dalam menjalankan syariat ibadah kepada-Nya, baik itu ibadah makhdhoh maupun ibadah ghoir makhdhoh, dan juga tidak tercampurinya hati oleh maksud-maksud yang lain, selain mencari keridhoan-Nya, dalam menjalankan syariat ibadah kepada-Nya.
Adapun bentuk dari keikhlasan dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya, dalam konteks ibadah makhdhoh (ibadah yang bentuknya ritual, langsung kepada Alloh swt, seperti sholat, puasa, dan yang lainnya) adalah dalam menjalankan ibadah tersebut, itu di dasari oleh rasa ketulusan hati, semata karena Alloh ta’ala dan hanya bertujuan untuk mencari keridhoan-Nya, bukan untuk mencari martabat, kewibawaan ataupun penghormatan seperti sebutan baik di depan manusia, bahkan tidak juga untuk bertujuan mencari kemulian ataupun kekayaan, baik itu kekayaan dunia maupun kekayaan akherat (masuk surga), melainkan hanya bertujuan mengikuti perintah-Nya untuk mencari keridhoan-Nya, karena ibadah adalah suatu perkara yang di perintahkan oleh Alloh swt kepada semua hamba-Nya, dan menjadi kewajiban bagi setiap hambanya, agar dapat menggapai ridho-Nya, adapun datangnya penghormatan, kemuliaan, kekayaan ataupun masuk surga, hakekatnya, itu hanya semata-mata karena karunia dan anugrah dari Alloh swt, yang ia berikan kepada hamba-Nya, bukan karena sholat, puasa ataupun amalan yang lainnya, yang datang dari seorang hamba, seperti yang telah disampaikan oleh Rasulloh saw “tak akan masuk seorang hamba kedalam surga-Nya oleh karena amalnya, melainkan karena karunia dan anugrah-Nyalah ia masuk kedalam surga (HR Mutafaq alaih).
Begitu pula dengan ibadah kepada-Nya dalam konteks ibadah ghoir makhdhoh (ibadah yang bentuknya bukan ritual langsung kepada Alloh swt, melainkan mempunyai hubungan dengan sesama manusia, ataupun dengan makluk-Nya yang lain, seperti bersedekah, bekerja untuk menafkahi keluarga, berbuat baik kepada orang tua, dan yang lainnya) itu juga sama, dalam menjalankan hal tersebut, harus di dasari dengan rasa ketulusan hati, semata-mata karena Alloh swt, bukan di dasari oleh hal-hal yang lain ataupun tercampuri oleh maksud-maksud yang lain, selain maksud menjalankan perintah-Nya dan mengharap ridho-Nya, karena hal tersebut (ibadah ghoir makhdhoh) itu juga merupakan suatu perkara yang diperintahkan oleh Alloh swt kepada hamba-Nya, yang menjadi kewajiban bagi setiap hamba-Nya dan menjadi salah satu jalan untuk menggapai ridho-Nya, jadi di saat dia bekerja, ia bekerja dengan di dasari oleh niat karena Alloh swt dan untuk menjalankan perintah-Nya, bukan bekerja untuk mencari makan ataupun kekayaan, melainkan karena Alloh swt mewajibkan dan memerintahkan kepada hamba-Nya, untuk bekerja dan menafkahi keluarganya, Begitu pula dengan bersedekah atau berbuat baik pada orang tua, dan yang lainnya, itu juga di dasari oleh niat karena Alloh swt dan menjalankan perintah-Nya, bukan di dasari oleh sekedar rasa kasihan, ataupun karena ingin jadi anak nomor satu, melainkan karena Alloh swt mewajibkan dan memerintahkan untuk bersedekah dan berbuat baik kepada orang tua.
Jadi dapat disimpulkan bahwa orang yang membersihkan hati dalam beribadah kepada-Nya, baik itu ibadah makhdhoh maupun ghoir makhdhoh, adalah orang yang dalam melaksanakan amal ibadah kepada-Nya, itu hanya di dasari oleh karena semata-mata melaksanakan perintah Alloh swt, dan mencari keridhoan-Nya, tidak di dasari ataupun dicampuri oleh maksud lain, selain Alloh ta’ala, seperti ungkapan yang diutarakan oleh salah seorang ahli ma’rifat pada saat ia ditanya oleh salah seorang awam, mengapa anda berdoa? juga mengapa anda bekerja? bukankah Alloh swt telah menentukan dan menanggung akan semua rejeki makluknya! dan mengapa anda sholat? bukankah masuk surga itu karena rahmat dan ridho-Nya! Bukan karena sholat ataupun amal yang anda kerjakan! lalu ulama itu pun menjawab betul apa yang kamu ucapakan, bahwa sesungguhnya rejeki itu, telah ditentukan dan masuk surga itu bukan karena sholat ataupun amal, yang kita kerjakan, melainkan karena rahmat dan ridho-Nya, tetapi doaku, bekerjaku, sholatku dan semua amalanku yang aku lakukan, itu aku kerjakan karena untuk, mentaati dan menjalankan, apa yang Alloh swt perintahkan kepada diriku, seandainya saja Alloh swt tidak memerintahkan kepada hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya ataupun bekerja, dan tidak memerintahkan sholat ataupun ibadah yang lainnya, maka niscaya aku pun tak akan berdoa, bekerja dan tak akan melaksanakan sholat karena-Nya, ketahuilah sekalipun ia (Alloh swt) menghendaki kemadhoratan dan kesulitan atas diriku, aku akan tetap selalu menyembah-Nya dan menjalankan perintah-Nya, karena mentaati perintah-Nya sudah menjadi kewajiban bagi ku sebagai hamba-Nya.
Keikhlasan seperti diatas adalah keikhlasan yang memiliki martabat paling tinggi, yang menjadikan seorang hamba benar-benar murni dan tulus, hanya semata karena Alloh swt, dalam menjalankan ibadah kepada-Nya, tak mempunyai pamrih sedikitpun atas ibadahnya, adapun janji-janji Alloh swt atas ibadahnya, ia serahkan dan kepada Alloh swt dan tak memikirkannya, karena ia tahu bahwa Alloh swt tak akan mengingkari janji, jadi yang ia pikirkan adalah kewajibannya kepada Alloh swt, dan keikhlasan seperti ini adalah keikhlasan yang dimaksud di dalam ayat :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah swt dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam agama yang lurus (Q.s.Al-Bayinah : 5) seperti yang dijelaskan oleh para ulama ahli tafsir, yang salah satunya adalah Imam Qurthubi.
Adapun yang dimaksud dengan “membersihkan diri dari berbagai sifat yang tercela” dalam pengertian an-nadzopatul bathin di atas, adalah membersihkan hati dari berbagai sifat yang dapat meruksak keikhlasan dalam beribadah, atau sifat yang dapat meruksak sifat kehambaannya dan keimanannya kepada Alloh swt, seperti riya (ingin dilihat) ataupun sum’ah (ingin di dengar; disebut-sebut) dalam beribadah, juga seperti ujub (merasa diri lebih hebat), atau takabur (tak mau menerima hak) dalam beribadah, ataupun hasud pada seorang mu’min, atas nikmat yang Alloh swt berikan kepadanya dan sifat-sifat yang lainnya yang dicela oleh Alloh swt, yang tak mungkin dapat di tuliskan dalam kesempatan ini satu persatunya.
Adapun Arti (definisi) dari an-nadzopatul dzohir atau hisi adalah :
ونظافة الحسي هي ارتفاع الحدث، وما في معناه، وزوال الخَبث لله تعالي
Artinya : membersikan diri dari hadats ataupun sebangsanya (junub), ataupun membersihkan kotoran dengan niat karena Alloh ta’ala.
Maksud dari membersihkan diri dari hadats adalah dengan berwudhu, dan yang dimaksud dengan membersihkan diri dari sebangsanya seperti junub, haid, dan yang lainnya adalah mandi besar ataupun Adus, adapun yang di maksud dengan membersihkan kotoran disini adalah kebersihan secara umum ataupun bentuk dari bersih-bersih (menghilangkan) kotoran, sampah, ataupun sejenisnya, baik yang menempel di badan ataupun yang berada di luar badan seperti menyapu, mencuci, dan yang lain-lainnya, dengan dasar niat karena Alloh swt, bukan sekedar niat bersih-bersih saja, dan hal ini (bersih-bersih dengan niat karena Alloh swt) adalah perkara yang dimaksud dalam hadits  “menyingkirkan duri dari jalan adalah sebagian dari iman”  (HR Muslim)
Dan bersih-bersih yang seperti inilah (bersih-bersih yang didasari dengan niat karena Alloh swt) bersih-bersih yang dimaksud dalam hadits “kebersihan itu sebagian dari iman”, karena dengan adanya niat lillahi ta’ala, inilah yang membedakan antara kebersihan yang dilakukan oleh seorang mu’min dan non mu’mim menurut syari, non mu’mim dalam melakukan kebersihannya itu tidaklah mempunyai niat lillahi ta’ala, apalagi niat ikhlas karena perintah Alloh ta’ala, karena jangankan untuk menyelipkan niat ikhlas lillahi ta’ala, percaya akan Alloh swt pun mereka tidak, bahkan mereka mengikarinya dan mengkufurinya, jadi bersih-bersihnya mereka itu hanya sekedar untuk kerapihan ataupun kesehatan saja, dan hal seperti ini (pekerjaan yang tidak di dasari dengan niat karena Alloh swt), merupakan perkara yang tak akan di akui sebagai amal oleh Alloh swt, apalagi untuk diterima dan di balas dengan ganjaran, karena diakuinya (syahnya) sebuah pekerjaan, sebagai sebuah amal di hadapan Alloh swt, itu apabila pekerjaan tersebut di dasari dengan niat lillahi ta’ala, seperti yang disampaikan oleh Rosulloh saw “tak ada amal, bagi orang yang tak mempunyai niat (llilahi ta’ala) dalam pekerjaannya” (HR Muslim).
Berbeda dengan orang mu’min yang dalam bersih-bersihnya, mereka mempunyai niat lillahi ta’ala, yang dengan adanya niat lillahi ta’ala di dalam dirinya, itu menunjukan bahwa mereka memiliki keimanan terhadap Alloh swt, karena bagaimana mereka bisa mempunyai niat lillahi ta’ala, kalau mereka tidak beriman kepada Alloh swt, sehingga dengan demikian, bersih-bersihnya seorang mu’min tersebut, yang di dasari dengan niat lillahi ta’ala, dan dibarengi dengan keikhlasan karena Alloh swt, itu diakui sebagian dari imannya, dan juga dijanjikan akan dibalas dengan ganjaran, karena bersih-bersih itu merupakan salah satu bentuk dari ibadah ghoir makhdhoh, yang sudah pasti apabila didasari dengan niat ikhlas lillahi ta’ala, maka akan menghasilkan ganjaran dari Alloh swt, tetapi berbeda jika bersih-bersih tersebut tidak dibarengi dengan niat ikhlas lillahi ta’ala, meskipun bersih-bersih tersebut timbul dari seorang mu’min, maka bersih-bersih tersebut, tidak akan menghasilkan ganjaran, karena Alloh swt tidak akan menerima dan memberi ganjaran atas amal seorang mu’min, baik itu amal berupa sholat, zakat, puasa, atau yang lainnya termasuk bersih-bersih, apabila tidak ada keikhlasan terhadap-Nya, saat di dalam amal tersebut, seperti yang disampaikan oleh Rosulalloh saw  “sesungguhnya Alloh swt tak akan menerima amal dari kalian kecuali amal tersebut di dasari dengan keikhlasan terhadap-Nya”  (HR mutafaq alaih).
Dan akhirnya bisa kita simpulkan dari penjelasan di atas, bahwa sesungguhnya kalau kebersihan itu, memang sebagian dari iman, karena yang di maksud dengan “kebersihan” dalam hadits di atas adalah kebersihan menurut syar’i, yang mempunyai membersihkan hati dari segala bentuk kemusyrikan terhadap Alloh swt, juga membersihkan hati dalam beribadah kepadaNya, dan juga membersihkan diri dari berbagai sifat yang tercela (an-nadzopatul bathin) ataupun membersikan diri dari hadats ataupun sebangsanya (junub), ataupun membersihkan kotoran dengan niat karena Alloh ta’ala (an-nadzopatul dzohir) bukan kebersihan menurut urfi yang mempunyai artia cuma sekedar bersih-bersih saja. Dan kebersihan seperti inilah (kebersihan menurut syar’i), baik itu dalam arti an-nadzopatul bathin ataupun an-nadzopatul dzohir, adalah maksud dari kata “kebersihan” yang terdapat dalam salah satu hadits Rosulalloh saw yang lain yang berbunyi :
الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ الحديث (رواه مسلم).
Artinya : kebersihan merupakan salah satu juz dari iman (HR Muslim),
Dan an-nadzopatul bathin (kebersihan batin) ini lebih utama dari an-nadzopatul dzohir (kebersihan dzohir) Wallohu a’lamu bish-showab.

 https://darurabshor.wordpress.com/apakah-benar-kebersihan-itu-sebagian-dari-iman

Memahami Kesehatan dan Kebersihan Organ Intim

Semua wanita perlu memahami cara merawat organ intim mereka. Agar kesehatan dan kebersihannya senantiasa terjaga, pastikan untuk membersihkan dengan cara yang benar.
Munculnya aroma tidak sedap dari organ intim Anda tentu saja sangatlah mengganggu. Bahkan bukan tidak mungkin hal ini akan berdampak buruk kepada kehidupan pernikahan Anda dan membuat Anda kehilangan kepercayaan diri.
memahami kesehatan dan kebersihan organ intim anda - Alodokter
Suatu hal yang wajar bahwa vagina untuk mengeluarkan aroma tertentu, jadi jangan mengkhawatirkannya secara berlebihan. Hanya saja, Anda perlu perhatikan jika organ intim Anda itu mulai mengeluarkan aroma tajam atau amis karena hal ini dapat menandakan gejala adanya masalah kesehatan. Terlebih jika vagina mulai mengeluarkan flek secara tidak normal, timbul gejala gatal dan sensasi panas, serta menunjukkan tanda-tanda iritasi. Jika ini terjadi, lebih baik segera temui dokter.

Kenapa Vagina Mengeluarkan Aroma Tidak Sedap?

Vagina biasanya mengeluarkan aroma saat kondisinya lembap, misalnya saat tubuh sedang berkeringat. Siklus menstruasi dan aktivitas seksual juga dapat membuat vagina Anda mengeluarkan aroma yang sedikit berbeda dibandingkan biasanya.
Di luar kondisi di atas, infeksi juga dapat menyebabkan aroma tidak sedap. Secara alami, vagina kita mengeluarkan lendir untuk menjaga tingkat pH organ intim tetap seimbang sehingga bakteri-bakteri baik bisa berkembang biak dan mencegah terjadinya infeksi. Jika tingkat pH tidak seimbang, maka vagina Anda berisiko terserang infeksi. Salah satu infeksi yang umum terjadi adalah bacterial vaginosis, yaitu kondisi ketika pertumbuhan bakteri di dalam vagina jauh lebih tinggi dibandingkan kondisi biasa, sehingga pada akhirnya menimbulkan aroma tidak sedap.
Aroma tidak sedap juga bisa disebabkan oleh trikomoniasis, salah satu penyakit menular seksual.
Hal yang lebih umum lainnya yang dapat menimbulkan aroma tidak sedap adalah kurang bersihnya kondisi vagina. Karena itulah, memahami cara yang tepat untuk menjaga kebersihan organ intim penting untuk kita ketahui.

Rawat Organ Intim Anda dengan Benar

  • Bersihkan organ intim dengan air hangat, tanpa sabun atau produk khusus, tiap kali mandi. Hindari sabun dengan bahan kimia yang keras dan yang mengandung parfum. Pastikan untuk membersihkan organ intim dari depan ke belakang dan bukan sebaliknya untuk mencegah mikroba dari anus menyebar ke vagina dan saluran kemih. Lakukan hal yang sama saat Anda selesai buang air besar maupun kecil, dan jangan lupa untuk selalu mengeringkan organ intim Anda.
  • Saat menstruasi, ganti pembalut Anda tiap beberapa jam untuk memastikan vagina tetap bersih dan tidak lembap.
  • Jangan terlalu sering menggunakan panty liners karena dapat membuat vagina tidak bisa “bernapas” dengan bebas, sehingga menyebabkan vagina menjadi lembap dan menciptakan kondisi yang memicu mikroba untuk berkembang biak. Sebaiknya hanya gunakan panty liners saat sebelum dan setelah menstruasi karena saat itulah tubuh kita mengeluarkan banyak flek.
  • Gunakan pakaian dalam yang terbuat dari katun atau serat alami. Bahan sintetis memiliki efek yang sama dengan panty liners. Hindari juga pakaian dalam yang terlalu ketat.
  • Jangan terlalu sering menggunakan produk pembersih khusus untuk organ intim. Organ intim kita memiliki sistem pembersih alami dan produk pembersih khusus organ intim sering kali mengganggu tingkat normal pH vagina sehingga dapat memicu iritasi atau infeksi.
  • Segera ganti pakaian dalam atau celana jika pakaian tersebut basah atau saat Anda berkeringat.

Membersihkan Organ Intim setelah Berhubungan Seks

Tidaklah aneh jika vagina mengeluarkan aroma tertentu setelah berhubungan intim, terutama jika pasangan tidak menggunakan kondom. Tingkat pH vagina yang berubah akibat sperma dan cairan lain yang keluar saat berhubungan intim bisa memengaruhi aroma pada vagina.
Terdapat beberapa langkah sederhana untuk mencegah munculnya aroma tidak sedap setelah berhubungan seks. Anda bisa membasuh vagina dengan air hangat setelah selesai berhubungan seks. Lakukanlah secara perlahan-lahan dan bisa ditambahkan dengan sabun. Selain itu, cobalah untuk membuang air kecil setelah berhubungan seks. Hal ini berguna untuk menghilangkan mikroba dari anus atau vagina yang mungkin masuk ke dalam saluran kemih saat berhubungan intim.

 http://www.alodokter.com/memahami-kesehatan-dan-kebersihan-organ-intim-anda